
Warga Desak Penutupan PT Toba Pulp Lestari, Ini Penyebabnya
Ratusan Warga Demo Desak Penutupan PT Toba Pulp Lestari (TPL) di Tapanuli Utara
Aliansi Gerakan Rakyat Tutup TPL menggelar demonstrasi di Kantor Bupati-DPRD Tapanuli Utara (Taput), menuntut penutupan PT Toba Pulp Lestari. Warga melayangkan berbagai alasan kuat terkait dampak negatif keberadaan perusahaan ini terhadap lingkungan dan masyarakat.
Kontroversi Berkepanjangan Sejak Era 1980-an
Menurut Rocky Pasaribu, Direktur Kelompok Studi Pengembangan Prakarsa Masyarakat, TPL sejak awal berdiri sudah menuai kontroversi, termasuk lokasi pabrik yang berdekatan dengan hulu Sungai Asahan. Pada tahun 1990-an, perusahaan sempat ditutup karena tekanan dari masyarakat adat di kawasan Danau Toba, namun kembali beroperasi di 2003 dengan pola yang dianggap tidak banyak berubah dan justru memburuk.
Kerusakan Lingkungan yang Terus Berlanjut
Kerusakan lingkungan menjadi salah satu tuntutan utama aksi. TPL dinilai melakukan penebangan hutan masyarakat adat di hulu sungai dan menggantinya dengan perkebunan eukaliptus, yang menyebabkan sungai-sungai vital terkontaminasi dan tidak berfungsi seperti semula. Limbah pestisida bahkan ditemukan mencemari sumber air minum masyarakat.
Perampasan Tanah dan Pelanggaran Hukum
Warga mengungkapkan bahwa perampasan tanah oleh TPL semakin marak, meskipun perusahaan mengaku memiliki izin konsesi dari pemerintah. Praktik pelanggaran hukum di lapangan dianggap sangat nyata dan berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat adat yang bergantung pada tanah dan sungai setempat.
Krisis Sosial: Intimidasi dan Konflik Horizontal
Sejak 2003, lebih dari 200 orang dilaporkan mengalami intimidasi, kekerasan, dan kriminalisasi terkait aktivitas TPL. Strategi “divide et impera” yang dilakukan perusahaan diduga memicu konflik horizontal di dalam komunitas adat, bahkan sampai memecah hubungan kekerabatan dan tradisi lokal.
Sumbangsih Ekonomi Menjadi Perdebatan
Warga menyoroti bahwa kontribusi TPL terhadap pendapatan negara melalui pajak dan PAD jauh lebih kecil dibandingkan kerugian ekonomi yang dialami masyarakat, terutama yang kehilangan mata pencaharian tradisional seperti kemenyan.
Respons PT TPL: Komitmen dan Pembelaan Diri
Corporate Communication Head Salomo Sitohang membantah tuduhan tersebut. TPL menegaskan telah beroperasi lebih dari 30 tahun dengan komunikasi terbuka dan program kemitraan inklusif bersama berbagai elemen masyarakat. Mereka menyatakan seluruh aktivitas sudah sesuai izin dan standar operasional, termasuk audit ketat oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang menunjukkan kepatuhan penuh perusahaan.
Upaya Lingkungan dan Sosial
TPL mengklaim melakukan peremajaan pabrik berbasis teknologi ramah lingkungan serta program tanggung jawab sosial di bidang pendidikan, kesehatan, dan pemberdayaan masyarakat. Luas konsesi 167.912 hektare hanya sebagian yang dikembangkan untuk perkebunan eucalyptus, sedangkan area konservasi dan lindung dijaga ketat demi keanekaragaman hayati.
Pentingnya Dialog Terbuka
Meski menghargai hak menyampaikan pendapat, TPL membuka ruang dialog dengan masyarakat dan menekankan diskusi harus berdasarkan data dan fakta. Perusahaan mengajak semua pihak berkolaborasi untuk menuju keberlanjutan yang adil dan bertanggung jawab di wilayah Tano Batak.
Comments
0 comment