views
Revitalisasi Kebijakan Perkeretaapian untuk Masa Depan yang Berkelanjutan
Transformasi Perkeretaapian Indonesia: Menelaah Kinerja PT KAI
Performansi PT KAI saat ini mencapai puncak terbaiknya, baik dari sisi operasi maupun komersial. Berbagai produk dan layanan baru terus dikembangkan, semakin menarik perhatian masyarakat. Bisnis perkeretaapian kini semakin menjanjikan, bahkan pemerintah pun turut terlibat dengan memposisikan diri sebagai Badan Usaha Prasarana Kereta Api, meraih keuntungan dari sektor ini. Namun, dalam jangka panjang, hal ini berpotensi menghambat perkembangan perkeretaapian Indonesia terkait dengan masalah legal dan finansial.
Wawancara Eksklusif dengan Edie Haryoto
Untuk memahami lebih dalam mengenai PT KAI, saya berkesempatan mewawancarai mantan Direktur PT Kereta Api tahun 1999, Edie Haryoto. Dalam wawancara tersebut, Edie menekankan pentingnya memahami UU KA No 23 Tahun 2007, khususnya Pasal 23 yang mengatur bahwa penyelenggaraan prasarana perkeretaapian dilakukan oleh Badan Usaha. Jika tidak ada Badan Usaha yang menyelenggarakan, maka pemerintah yang akan mengambil alih.
Masalah Aset dan Pendanaan
Produksi Badan Usaha Prasarana adalah pengoperasian prasarana KA yang digunakan oleh sarana yang melintasinya. Namun, saat ini, aset utama, berupa jalur KA dan tanah, masih merupakan milik pemerintah. Sebagai konsekuensinya, pemerintah membayar biaya pemeliharaan dan operasi kepada PT KAI. Ini menimbulkan pertanyaan, apakah PT KAI sebenarnya berfungsi sebagai Badan Usaha Prasarana KA atau sekadar kontraktor pemerintah?
Keterkaitan Keuangan yang Rumit
Dampak dari struktur ini menciptakan hubungan keuangan yang janggal antara pemerintah dan PT KAI. Pemerintah membayar kontrak pemeliharaan, namun PT KAI juga harus membayar biaya penggunaan prasarana (TAC) kepada pemerintah. Hal ini menyebabkan keruwetan administrasi dan kebijakan yang berkepanjangan tanpa penyelesaian.
Keberlanjutan Bisnis Prasarana
Pemerintah terus mendapatkan keuntungan dari bisnis prasarana, namun pembayaran untuk pemeliharaan justru menurun. Sementara itu, pembayaran TAC dari PT KAI kepada pemerintah meningkat drastis. Ini menimbulkan beban berat bagi PT KAI, yang beroperasi di bawah regulasi yang tidak menentu.
Rekomendasi untuk Pemerintah
- Lakukan penataan ulang sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2007 melalui kajian yang mendalam dan komprehensif.
- Libatkan banyak pihak dalam kajian pemisahan vertikal dan horizontal untuk memastikan implementasi yang efektif.
- Evaluasi kemungkinan perbedaan kebijakan antara jalur KA yang ada, mempertimbangkan kondisi dan potensi masing-masing.
- Hentikan praktik bisnis prasarana oleh pemerintah sebagai Badan Usaha dan kaji pendirian Badan Usaha Prasarana.
- Pertimbangkan PT KAI sebagai holding BUMN untuk mengatur bisnis prasarana dan sarana secara akuntabel.
- Rencanakan pendirian BUMN Prasarana untuk jalur KA kecepatan tinggi yang terpisah dari kekayaan negara.
Agus Pambagio, pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen, menyarankan langkah-langkah strategis ini untuk memastikan keberlanjutan
Comments
0 comment