Sanggar Saraswati Tulungagung: Menjadi Cahaya di Tengah Kegelapan Seni
Sanggar Saraswati Tulungagung: Menjadi Cahaya di Tengah Kegelapan Seni

Sanggar Saraswati Tulungagung: Menjadi Cahaya di Tengah Kegelapan Seni

Sanggar Saraswati Tulungagung: Menjadi Cahaya di Tengah Kegelapan Seni

Menyalakan Lilin di Tengah Kegelapan

Pada Senin sore, 17 Februari, sekelompok anak-anak berlenggak-lenggok mengenakan jarit dan selendang di halaman rumah di Dusun Majan, Desa Mojoarum, Kecamatan Gondang, Tulungagung. Di saat yang sama, ribuan mahasiswa di berbagai kota berunjuk rasa dengan tagar #IndonesiaGelap. Bagi Akbar Firmansyah, anak-anak yang belajar tari seperti beksan jatayu, gambyong, dan tari dolanan di Sanggar Saraswati yang didirikannya adalah lilin yang menerangi kegelapan.

“Sanggar ini berdiri sejak Mei 2023, bertepatan dengan Hari Saraswati. Tari hanyalah salah satu dari berbagai kegiatan yang kami lakukan. Saya berharap, melalui aktivitas di sanggar ini, kami dapat menghadirkan kemakmuran,” ungkap Akbar.

Gelombang unjuk rasa #IndonesiaGelap mencerminkan kecemasan mahasiswa terhadap masa depan bangsa, terutama terkait kesejahteraan masyarakat di tengah kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. Akbar mengapresiasi aksi-aksi tersebut, yang berupaya menyentil pemerintah untuk lebih memperhatikan kondisi masyarakat. “Saya sangat menghargai kepedulian mahasiswa. Jika tidak ada pilihan lain, saya pun akan turun ke jalan. Namun, saya percaya bahwa sanggar ini sejalan dengan perjuangan mereka,” tambahnya.

Sanggar Saraswati bukan hanya tempat belajar tari, tetapi juga wadah bagi anak-anak muda di Mojoarum untuk berdiskusi tentang seni dan ilmu pengetahuan. Akbar percaya bahwa nama sanggar ini mencerminkan tujuannya untuk mengembangkan komunitas pemuda dan anak-anak di desanya. Dewi Saraswati, yang identik dengan ilmu pengetahuan dan kesenian, menjadi inspirasi bagi mereka.

“Kemakmuran adalah puncak dari ilmu pengetahuan dan keindahan yang dicapai manusia. Hari Saraswati diperingati sebagai momen turunnya ilmu pengetahuan yang membawa kemakmuran dan meningkatkan peradaban,” jelas Akbar.

Akbar juga menjelaskan bahwa Dewi Saraswati melambangkan empat aspek kepribadian manusia dalam mempelajari ilmu pengetahuan: pikiran, intelektual, kewaspadaan, dan ego. Setiap tangan Dewi Saraswati membawa simbol pengetahuan universal, spiritual, kesempurnaan seni, dan penyatuan budaya.

Oleh karena itu, Sanggar Saraswati tidak hanya mengajarkan seni tari, tetapi juga karawitan, seni rupa, dan bahkan sepak bola. “Sepak bola juga seni dan ilmu pengetahuan. Sekolah Sepak Bola (SSB) Saraswati di bawah naungan sanggar ini mengajarkan hal itu,” kata Akbar, yang dibantu oleh pelatih muda berbakat, Evan Dimas.

Saat ini, lebih dari 100 anak di Kecamatan Mojoarum kembali tertarik pada seni tari, teralihkan dari gadget dan bahayanya. Di sanggar ini, 30 anak belajar seni rupa, sementara SSB kini memiliki 22 anak yang rutin berlatih sepak bola.

Untuk menghargai setiap anak yang belajar di sanggar, Akbar secara rutin menggelar pertunjukan yang bertepatan dengan Hari Raya Saraswati. “Kami mengadakan pementasan setiap 30 minggu sekali, dengan dua pertunjukan setiap tahun. Selain tari, ada juga karawitan, pameran seni rupa, dan penampilan lainnya,” ujarnya.

Akbar berharap, apa yang dilakukannya di Mojoarum dapat menumbuhkan kebiasaan belajar dan meraih ilmu pengetahuan, tidak hanya melalui pendidikan formal, tetapi juga melalui seni dan budaya. “Budaya sopan santun semakin luntur, dan ini mendorong kecenderungan korupsi. Saya berharap langkah kecil ini dapat berdampak bagi bangsa,” tutupnya.

Dalam waktu dekat, Akbar berencana mengembangkan wadah bagi anak muda untuk belajar bercocok tanam, sebagai upaya mendekatkan bangsa ini pada kemakmuran.

Comments

https://blog.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!