Pakar Forensik Ungkap Misteri Jenazah Utuh di Cianjur Setelah Bertahun-Tahun Terkubur
Fenomena penemuan 21 jenazah utuh di Kampung Cimanggu, Desa Situhiang, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur, telah memicu banyak perbincangan. Ahli forensik dari Fakultas Kedokteran Unpad, Prof. Dr. Yoni Syukriani, menjelaskan bahwa pembusukan jenazah yang telah dikuburkan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor.

Di negara tropis, umumnya jenazah mulai mengalami proses skeletonisasi atau berubah menjadi tulang belulang dalam waktu sekitar dua tahun setelah dikuburkan. Namun, waktu ini dapat dipersingkat atau diperpanjang tergantung pada kondisi tempat penguburan. Yoni memberikan contoh, "Kuburan yang dangkal dan tanah yang kaya oksigen dapat mempercepat proses pembusukan, sedangkan kondisi tanah yang optimal akan memperlambatnya."

Dia juga menambahkan beberapa faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap ketahanan jenazah. Misalnya, jenazah yang terkubur dalam es atau di daerah beriklim tundra akan lebih lambat rusak dibandingkan di dataran rendah. Selain itu, tanah dengan kandungan organik tinggi seperti di rawa-rawa cenderung asam dan rendah oksigen, yang dapat memperlambat pembusukan dan menghasilkan warna kulit coklat gelap.

Kondisi tanah yang kering, seperti pasir, justru menyebabkan dehidrasi dan mummifikasi pada jenazah, sedangkan penguburan di tanah yang dalam dan padat dengan kandungan oksigen serta bakteri yang rendah dapat berkontribusi pada keawetan jenazah. Yoni menegaskan, meskipun fenomena ini menarik, tidak bisa disimpulkan bahwa semua jenazah akan terjaga keutuhannya hanya berdasarkan kondisi tanah. "Komposisi tanah harus tepat dan spesifik," pungkasnya.

Pakar Forensik Ungkap Misteri Jenazah Utuh di Cianjur Setelah Bertahun-Tahun Terkubur

Pakar Forensik Ungkap Misteri Jenazah Utuh di Cianjur Setelah Bertahun-Tahun Terkubur
Fenomena penemuan 21 jenazah utuh di Kampung Cimanggu, Desa Situhiang, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Cianjur, telah memicu banyak perbincangan. Ahli forensik dari Fakultas Kedokteran Unpad, Prof. Dr. Yoni Syukriani, menjelaskan bahwa pembusukan jenazah yang telah dikuburkan sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor. Di negara tropis, umumnya jenazah mulai mengalami proses skeletonisasi atau berubah menjadi tulang belulang dalam waktu sekitar dua tahun setelah dikuburkan. Namun, waktu ini dapat dipersingkat atau diperpanjang tergantung pada kondisi tempat penguburan. Yoni memberikan contoh, "Kuburan yang dangkal dan tanah yang kaya oksigen dapat mempercepat proses pembusukan, sedangkan kondisi tanah yang optimal akan memperlambatnya." Dia juga menambahkan beberapa faktor lingkungan yang berkontribusi terhadap ketahanan jenazah. Misalnya, jenazah yang terkubur dalam es atau di daerah beriklim tundra akan lebih lambat rusak dibandingkan di dataran rendah. Selain itu, tanah dengan kandungan organik tinggi seperti di rawa-rawa cenderung asam dan rendah oksigen, yang dapat memperlambat pembusukan dan menghasilkan warna kulit coklat gelap. Kondisi tanah yang kering, seperti pasir, justru menyebabkan dehidrasi dan mummifikasi pada jenazah, sedangkan penguburan di tanah yang dalam dan padat dengan kandungan oksigen serta bakteri yang rendah dapat berkontribusi pada keawetan jenazah. Yoni menegaskan, meskipun fenomena ini menarik, tidak bisa disimpulkan bahwa semua jenazah akan terjaga keutuhannya hanya berdasarkan kondisi tanah. "Komposisi tanah harus tepat dan spesifik," pungkasnya.

Comments

https://blog.hitabatak.com/assets/images/user-avatar-s.jpg

0 comment

Write the first comment for this!